LAYAKNYA dangdut untuk orang Indonesia, musik hip-hop sudah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan bagi sebagian besar orang Amerika. Bisa dikatakan demikian sebagaimana genre tersebut lahir dan besar di sana. Hingga hari ini di Amerika, tak bisa dipungkiri uang berputar paling banyak di genre musik hip-hop.
Di Indonesia? Sampai beberapa tahun terakhir, keberadaan musik hip-hop masih terus ada di balik bayang-bayang genre musik yang lebih populer, redup namun tidak bisa dikatakan padam sepenuhnya.
Banyak musisi yang menyuarakan karya melalui genre musik atau kebudayaan yang diadopsi dari Amerika ini, namun pergerakan itu hanya terdengar “di bawah tanah” tidak sampai ke khalayak secara luas.
Era digital banyak sekali membantu musik hip-hop tanah air untuk bangkit kembali, bahkan itu menjadi batu loncatan baru bagi para pelakunya untuk menyuarakan karya-karya mereka.
Dengan memanfaatkan platform internet (YouTube, SoundCloud, dsb.), kini hip-hop Indonesia nampaknya sudah bisa unjuk gigi dan mendapatkan lebih banyak perhatian.
Bertepatan dengan Hari Musik Nasional yang jatuh pada 9 Maret, mari kita telaah lebih jauh sejarah dan perkembangan musik hip-hop di Indonesia. Menyoroti awal mulanya, substansi, hingga menjadi hip-hop yang kita ketahui menjadi sesuatu yang banyak dilirik penggemar musik belakangan ini.
Pionir Hip-hop Indonesia
Nama rapper Iwa Kusuma (Iwa-K) akan selalu muncul dalam benak ketika membahas kehadiran awal genre musik hip-hop di tanah air pada tahun 90-an. Kehadirannya di industri musik Indonesia kala itu seperti angin segar saat banyak orang mendengarkan musik rock.
Dengan gaya bernyanyi berbeda yang terdengar seperti orang berceloteh, Iwa-K bukanlah musisi pertama yang melakukannya di Indonesia. Almarhum Benyamin Sueb dan Farid Hardja sudah terlebih dulu melakukan hal tersebut, menyanyi dengan rima yang terlontar cepat pada lagu-lagu mereka. Meskipun begitu, Iwa-K tetap diklaim sebagai rapper Indonesia pertama.
(video: YouTube/Andrew Meda)
Dalam menggaungkan kebebasan berekspresi melalui musik hip-hop/rap kala itu, Iwa-K tidak sendirian. Penyanyi yang kita kenal dengan nama Denada juga punya andil dalam perkembangan awal musik rap di tanah air, meski ia sempat bergonta-ganti haluan dalam bermusik.
(video: YouTube/Mellyana Guardians)
Kebebasan berekspresi melalui musik rap yang digaungkan oleh Iwa-K dan Denada kala itu tidak berhenti begitu saja. Setelah mereka, semakin banyak nama dan grup rap yang bermunculan di scene hip-hop Indonesia.
Beberapa diantaranya berhasil mendapat perhatian banyak orang dengan karya mereka yakni Black Kumuh, Boyz Got No Brain, Sindicat31, Sweet Martabak , dan masih banyak lagi.
Kompilasi Pesta Rap
Adalah album kompilasi yang berisi deretan lagu dari musisi-musisi rap di Indonesia yang diliris oleh Musica Studio. Tak hanya mereka yang berasal dari Jakarta, album kompilasi yang dibuat sampai tiga seri ini juga diisi oleh pelaku hip-hop dari berbagai daerah, termasuk mereka yang disebutkan sebelumnya.
Banyak penggemar dan pelaku musik rap belakangan ini mengakui bahwa saat seri album Pesta Rap keluar tahun 1995-1997 adalah era keemasan musik hip-hop Indonesia, tidak sedikit mereka (pelaku musik rap saat ini) yang terinspirasi dari ketiga seri album kompilasi tersebut.
(video: YouTube/domikadomusic)
Euforia yang didapatkan dari kebebasan berekspresi melalui hip-hop di Indonesia sejak Iwa-K dan segenap musisi lainnya muncul sangat besar. Namun, musisi rap lokal kala itu masih belum terlalu memperhatikan bagaimana mereka menggunakan kata-kata yang berima, melainkan hanya sebuah cara baru untuk berekspresi.
Hip-hop di Era 2000-an
Semangat berekspresi dari album kompilasi Pesta Rap yang berhasil mendapatkan banyak penggemar, terus dikobarkan dengan munculnya segenap musisi rap dan grup hip-hop baru setelah memasuki tahun 2000.
Satu nama yang mungkin masih diingat dari awal tahun 2000an adalah grup hip-hop Neo, dengan deretan lagu hits dan penghargaan yang pernah mereka dapatkan.
(video: YouTube/NEO Rap)
Seiring perkembangannya para rapper yang mewarnai hip-hop tanah air kala itu pun bermunculan, nama-nama seperti Kungpao Chicken, 8 Ball, Bondan Prakoso & Fade 2 Black, J-Flow, T-Five, Tofu, Homicide, Soul ID, Saykoji, Yacko, dan sebagainya. Beberapa nama diantarnya pun masih terus berkarya hingga saat ini.
(video: YouTube/GP Records)
Perkembangan hip-hop di era ini pun bergaung dan mencuri perhatian sampai ke daerah. Walhasil, terdapat musisi lokal yang turut ambil bagian dengan menghadirkan lagu rap berbahasa daerah sekaligus memasukkan elemen etnis tradisional didalamnya.
Hal tersebut tentunya menjadikan musik hip-hop di tanah air cukup unik, sebut saja Kojek si rapper Betawi, Ebith Beat A dan Sundanis dengan bahasa Sunda, Jogja Hip-hop Foundation yang meggunakan bahasa Jawa dalam lagu-lagu mereka, dan masih banyak lagi rapper berbakat dari daerah lainnya yang kurang tersorot, khususnya mereka yang berada di bagian timur Indonesia.
(video: YouTube/Kojek Rap Betawi)
Hip-hop di era ini pun telah mengalami evolusi dalam penyampaian pesan yang tersirat pada lirik lagu, musik rap yang memiliki gaya tersendiri kerap digunakan sebagai sarana menyuarakan pendapat dan isi pikiran untuk memberikan respon terhadap fenomena sosial sampai politik.
Hip-hop Indonesia Era Digital
Tahun 2016, warganet dikejutkan dengan video YouTube yang menampilkan rapper belia asal Indonesia yang mendapatkan perhatian dari seluruh dunia, termasuk Amerika negara tempat lahirnya hip-hop. Ialah Rich Brian (sebelumnya Rich Chigga) yang berhasil menembus perhatian intenasional dengan lagu berbahasa Inggris berjudul Dat Stick.
Kesuksesan yang dicapai Rich Brian pun diikuti banyak rapper lokal untuk mendapatkan popularitas via YouTube, salah satunya ialah Young Lex. Kehadirannya di hip-hop Indonesia mendapatkan banyak respon positif bagi pendengar "awam".
(video: YouTube/Young Lex)
Di sisi lain, tidak sedikit rapper lokal pendahulu yang kurang menyukai hal yang dilakukan Young Lex dengan segala drama dan kontroversinya untuk hip-hop. Dari situ, pertikaian atau yang dikenal dengan beef dalam hip-hop mulai bermunculan. Para musisi hip-hop lawas yang tadinya “tertidur” menjadi terpicu dan kembali meramaikan pentas hip-hop tanah air.
(video: YouTube/Vlandre Scarlet)
Di luar kontroversi dan beef satu sama lain, nama-nama baru untuk musik hip-hop Indonesia pun hadir dengan mengutamakan kualitas mereka. Bukan sekedar dari views yang didapatkan di YouTube, melainkan kepiawaian mereka dalam berkarya melalui musik rap serta "pengakuan" dari para rapper pendahulu sampai fans.
(video: YouTube/ONAR)
Sebut saja Laze dari kolektif Onar, Joe Million, dan Tuan Tigabelas yang kerap memasukkan pandangan mereka tentang problema sosial yang terjadi di Indonesia dalam lirik lagu, tentunya dengan gaya mereka masing-masing.
(video: YouTube/Tuan Tigabelas)
Selain itu, penggunaan lirik berbahasa Inggris dipercaya menjadi salah satu faktor bagi Rich Brian untuk bisa mendapatkan popularitasnya yang mendunia. Langkah tersebut pun coba diikuti oleh beberapa rapper Indonesia seperti Ariel Nayaka, Matter Mos, dan Ramengvrl untuk menjadikan musik mereka lebih universal.
(video: YouTube/Dipha Barus)
Meski demikian, ketiganya tetap mencoba untuk menjadi diri sendiri dengan mengangkat isu relevan dari fenomena sosial yang mereka alami dalam kehidupan dan dari apa yang terjadi di Indonesia, tempat di mana mereka berkarya.
Banyak nama yang mungkin terlewat atau tidak disebutkan dalam artikel ini. Tanpa maksud membanding-bandingkan, siapa pun mereka yang telah berjasa dan ikut ambil bagian untuk berkembangnya hip-hop di Indonesia patut kita acungkan jempol, khususnya dalam momentum Hari Musik Nasional. (ADP)